MAKALAH SISTEM KEWARISAN DIINDONESIA. BY.ANDI IRAWAN
SISTEM KEWARISAN DIINDONESIA
MAKALAH
(Digunakan
untuk memenuhi tugas fiqih Mawaris)
Dosen Pengampu: Abdul Qodir
Zaelani, S.H.I.,M.A
Di
susun oleh :
Kelompok
3 /MU/G/V
1. Andi
Irawan 1621030417
2. Azra
Raimon papa 1621030587
3. M.firmansyah 1621030419
PROGRAM STUDY HUKUM
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
2018 M / 1440 H
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Puji
dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas karunia,taufiq
dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas pertama
penulis dalam mata kuliah ini, yang
alhamdulillah dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat tidak hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak
yang berkenan meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.
Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia
biasa yang tak luput dari salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini
sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik
lagi.
Salah dan khilaf penulis mohon
maaf. kepada Allah, penulis mohon ampun. Wassalammu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Bandar
Lampung, 27 Sepetember 2018
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................
......... i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
iii
BAB I
: PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................
iii
B.
Rumusan Masalah..........................................................................................
.........iii
C.
Tujuan
penulisan......................................................................................................
iii
BAB
II :
PEMBAHASAN
A.
Sistem kewarisan diindonesia............................................................................
1
B.
System hukum warisan menurut
hukum adat........................................... ......... 1
C.
System hukum warisan menurut hukum islam...................................................................
2
D.System Hukum warisan
menurut hukum perdata.........................................................4
BAB
III : PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................................
......... 7
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
......... 8
Latar Belakang
Dalam pandangan Islam semua aspek
kehidupan diatur menurut hukum yang ada
yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Termasuk dalam masalah harta. Masalah harta
sangatlah penting karena harta merupakan kebutuhan pokok manusia dan manusia
pun cenderung terhadapnya. Oleh karena itu Islam memperhatikan hal ini dan
mengaturnya dalam Al-Qur’an.
Untuk itu Islam muncul dan
memberikan cahayanya agar manusia tidak semena-mena dalam mengambil keputusan.
Terutama tentang pembagian waris. Karena ini akan menyangkut keluarga dan akan
menimbulkan pertentangan dan perselisihan di antara keluarga.
Maka dari itu itu, perlu adanya
pembahasan khusus mengenai masalah waris ini, dengan mengetahui pengertian,
asas, pembagian ahli waris, dan hal-hal yang lain yang berkaitan dengan waris
diantaranya yang berlaku diindonesia yaitu,sistem hukum kewarisan adat,sistem
hukum kewarisan islam,sistem hukum hukum kewarisanperdata.
B. Rumusan Masalah
Rusmusan masalah dalam makalah ini
di antaranya:
Bagaimana Sistem kewarisan di indonesia?
Apa saja sistem kewarisan hukum
adat?
Apa
saja sistem kewarisan islam?
Apa saja sistem kewarisan perdata?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui bagaimana kewarisan dalam hukum adat,hukumislam,hukum
perdata. Yakni untuk mengetahui apa pengertian waris menurut Islam,hukum
perdata,hukum adat.
PEMBAHASAN
SISTEM KEWARISAN DI INDONESIA
Definisi Hukum Waris merupakan
sebuah aturan yang mengatur harta kekayaan serta kedudukannya setelah pewaris
meninggal dunia hingga tata cara berpindahnya harta tersebut kepada ahli
waris, menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro. Aturan tersebut tercatat dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jadi secara hokum aturannya jelas dan dapat
diperkarakan dipengadilan bila ternyata tidak dapat menemui kesepakatan dalam
mengambil keputusan mengenai pembagian Warisan Tersebut.
Bangsa
Indonesia yang menganut berbagai agama dan keprcayaan mempunyai bentuk
kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda.sistem keturunan yang
berbeda-beda ini berpengaruh terhadap sistem kewarisan dalam masyarakat tersebut.[1]
Tahukah anda di Indonesia ada tiga jenis hukum waris
yang berlaku, yaitu hukum waris perdata, hukum waris adat dan hukum waris
menurut Ajaran Agama Islam. Warga Negara Indonesia (WNI) wajib memilih salah
satu hukum waris yang akan digunakannya dan ditulis dalam surat wasiat
(testamen). Ketiga jenis hukum waris tersebut berbeda-beda dalam mengatur
tentang warisan, berikut uraiannya lebih jelas, antara lain :
A. Sistem Hukum Kewarisan Adat
Hukum waris adat adalah hukum waris
yang diyakini dan dijalankan oleh suku tertentu di Indonesia. Beberapa hukum
waris adat aturannya tidak tertulis, namun sangat dipatuhi oleh masyarakat pada
suku tertentu dalam suatu daerah, dan bila ada yang melanggarnya akan diberikan
sanksi.[2]
Jenis hukum ini banyak dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan serta stuktur
kemasyarakatannya. Selain itu jenis pewarisannya pun juga beragam, antara lain
:
- Sistem Keturunan, pada ystem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu garis keturunan bapak, garis keturunan ibu, serta garis keturunan keduanya
2.
Sistem Individual, merupakan
jenis pembagian warisan berdasarkan bagiannya masing-masing, umumnya banyak
diterapkan pada masyarakat suku Jawa.
- Sistem Kolektif, Merupakan system pembagian warisan dimana kepemilikannya masing-masing ahli waris memiliki hak untuk mendapatkan warisan atau tidak menerima warisan. Umumnya bentuk warisan yang digunakan dengan jenis ini adalah barang pusaka pada masyarakat tertentu.
- Sistem Mayorat, merupakan system pembagian warisan yang diberikan kepada anak tertua yang bertugas memimpin keluarga. Contohnya pada masyarakat lampung dan Bali.[3]
Terdapat juga asas-asas dalam Hukum Adat:
a. Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri
Asas ketuhanan dan pengendalian diri, yaitu adanya kesadaran bagi
para ahli waris bahwa rezeki berupa harta kekayaan manusia yang dapat dikuasai
dan dimiliki merupakan karunia dan keridhaan Tuhan atas keberadaan harta
kekayaan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ridha Tuhan bila seseorang
meninggal dan meninggalkan harta warisan, maka para ahli waris itu menyadari
dan menggunakan hukum-Nya untuk membagi warisan mereka, sehingga tidak
berselisih dan saling berebut warisan.
b. Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak
Asas kesamaan dan kebersamaan hak, yaitu setiap ahli waris
mempunyai kedudukan yang sama sebagai orang yang berhak untuk mewarisi harta
peninggalan pewarisnya. Oleh karena itu, memperhitungkan hak dan kewajiban
tanggung jawab setiap ahli waris bukanlah berarti pembagian harta warisan itu
mesti sama banyak, melainkan pembagian itu seimbang berdasarkan hak dan
tanggungjawabnya.
c. Asas Kerukunan dan Kekeluargaan
Asas kerukunan dan kekeluargaan, yaitu para ahli waris
mempertahankan untuk memelihara hubungan kekerabatan yang tentram dan damai,
baik dalam menikmati dan memanfaatkan harta warisan tidak terbagi maupun dalam
menyelesaikan pembagian harta warisan terbagi.
d. Asas Musyawarah dan Mufakat
Asas musyawarah dan mufakat, yaitu para ahli waris membagi harta
warisannya melalui musyawarah yang dipimpin oleh ahli waris yang dituakan dan
bila terjadi kesepakatan dalam pembagian harta warisan, kesepakatan itu
bersifat tulus iklas yang dikemukakan dengan perkataan yang baik yang keluar
dari hati nurani pada setiap ahli waris.
e. Asas Keadilan
Asas keadilan, yaitu keadilan berdasarkan status, kedudukan dan
jasa, sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan, baik bagian
sebagai ahli waris maupun bagian sebagai bukan ahli waris, melainkan bagian
jaminan harta sebagai anggota keluarga pewaris.
B. Sistem Hukum
Kewarisan Islam
Hukum Waris Islam hanya berlaku
pada masyarakat yang memeluk agama Islam, dimana sistem pembagian warisannya
menggunakan prinsip individual bilateral. Hukum
kewarisan Islam secara mendasar merupakan ekspresi langsung dari teks-teks suci
sebagaimana pula yang telah disepakati keberadaannya,5 manifestasi dari rangkaian teks dokumen suci dan telah memperoleh
prioritas yang tinggi dalam keterlibatannya sebagai fenomena prinsip yang
fundamental dalam ajaran Islam. Kelahirannya tidak sekedar merespon problem
hukum di zaman pemunculannya tetapi lebih jauh adalah demi mengisi kebutuhan
hukum Islam sebagai konstruksi ajaran.[4]
Jadi dapat dikatakan ahli waris harus berasal dari garis ayah atau ibu. Selain
itu makna warisan adalah jika harta atau aset yang diberikan orang yang
memberikan sudah meninggal dunia, jika orangnya masih hidup istilahnya disebut
Hibah bukan warisan. Hal yang terpenting juga adalah orang yang menjadi ahli
waris harus yang memiliki hubungan keluarga atau hubungan keturunan. Sebagai
contoh paman, anak, cucu, dan lain sebagainya. Dalam pasal 171 ayat e
KompilasiHukum Islam bahwa yang dimaksud dengan harta wariasan adalah
hartabwaan ditambah harta bagian dari harrta bersama setelah digunakan untuk
keperluan pewaris (orang yang meninggal) selama sakit sampai meninggalnya,
biaya pengurusan jenaazah,pembayaran utang, dan pemberian untuk kerabat.[5]
Asas-Asas Hukum Waris Islam
Asas-asas hukum kewarisan menjadi pedoman awal dari sistem
kewarisan. Adapun asas-asas hukum kewarisan Islam antara lain:
1. Asas berlaku dengan sendirinya (ijbâr).
Dalam hukum waris Islam pemindahan harta orang yang telah meninggal
dunia kepada ahli waris berlaku dengan sendirinya. Tidak ada individu maupun
lembaga yang dapat menangguhkannya. Individu, baik pewaris, ahli waris, apalagi
individu di luar keluarga, tidak mempunyai hak untuk menangguhkan dan untuk
tidak menerima harta warisan. Karena sudah ada ketentuan yang pasti dalam nas.
Mereka “dipaksa” (ijbâr) memberikan dan menerima harta warisan sesuai dengan
bagian masing-masing.13 Sementara itu pewaris hanya diberi kebebasan untuk
memindahkan harta peninggalannya melalui institusi wasiat kepada orang yang
dikehendaki. Pemindahan harta ini semata karena akibat kematian orang yang
punya harta. Artinya asas berlaku dengan sendirinya ini hanya berlaku setelah
pewaris meninggal dunia dan belum berlaku kalau orang yang mempunyai harta
masih hidup.
2. Asas bilateral-individual.
Asas bilateral-individual adalah asas tiap ahli waris baik
laki-laki maupun perempuan dapat menerima hak kewarisan dari pihak kerabat ayah
maupun ibu, sedangkan bagiannya dimiliki secara sendiri-sendiri oleh ahli waris
tersebut sesuai dengan porsinya yang telah ditetapkan.[6]
Asas
ini dapat diketahui dari bunyi nas pada kelompok ayat kewarisan inti (surat
al-Nisâ
[4]: 7, 11, 12, dan 176). Inti dari ayat ini menegaskan setiap seorang
laki-laki atau perempuan mendapat bagian warisan dari pihak ayah maupun ibu.
3.
Asas penyebarluasan dengan prioritas di lingkup keluarga
Suatu
asas yang menegaskan bahwa pembagian harta warisan berkemungkinan untuk
mencakup banyak ahli waris. Bukan anak saja tetapi lebih luas lagi pada suami,
istri, orang tua, saudara bahkan cucu ke bawah dan orang tua ke atas serta
keturunan saudara-saudara sama-sama tercakup. Hal ini dapat disimak pada bunyi
ayat kelompok ahli waris.
4.
Asas persamaan hak
Hukum
waris Islam tidak membedakan hak untuk mendapatkan warisan antar laki-laki dan
perempuan, antar anak-anak yang masih kecil dan mereka yang sudah dewasa.
Semuanya sama memiliki hak untuk mendapat warisan.
5.
Asas Keadilan Berimbang.
Asas ini memberikan pengertian
bahwa dalam ketentuan hukum waris Islam senantiasa terdapat keseimbangan antara
hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang dan kewajiban yang harus
ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan mendapatkan hak yang sebanding dengan
kewajiban yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Karena pada dasarnya sistem kewarisan Islam, harta peninggalan yang
diterima oleh ahli waris dari pewaris pada hakikatnya adalah lanjutan tanggung
jawab pewaris kepada keluarganya.[7]
C. Sistem Hukum
Kewarisan Perdata
Hukum waris
perdata adalah hukum waris yang paling umum di Indonesia dan beberapa aturannya
mirip dengan budaya barat. Warisan dapat diberikan kepada ahli waris yang
terdapat surat wasiat atau keluarga yang memiliki hubungan keturunan atau
kekerabatan, seperti anak, orang tua, saudara, kakek, nenek hingga saudara dari
keturunan tersebut.
Sistem atau prinsip yang
digunakan dalam hukum bagi waris jenis ini menggunakan system individual yang
artinya setiap individu ahli waris berhak mendapatkan harta warisan berdasarkan
bagiannya masing-masing. Sedangkan bila menggunakan surat wasiat maka orang
yang berhak menjadi ahli waris hanya yang ditentukan dan tercatat dalam surat
wasiat tersebut. Syarat untuk membuat surat wasiat ini memang harus sudah
berusia lebih dari delapan belas tahun dan sudah menikah.
Dari beberapa jenis hukum
tersebut dapat disimpulkan bahwa kehidupan masyarakat di Indonesia tidak dapat
menggunakan hukum waris perdata secara nasional, karena beragamnya suku dan
budaya di Indonesia. Akan tetapi dari semua jenis hukum tersebut semua mengajak
untuk membagi harta warisan secara Adil dan merata agar tidak ada kecemburuan
sosial dengan prinsip-prinsip yang berlaku secara adat hingga Agama yang
diyakininya.
Asas-Asas Hukum Waris (BW)
Dalam hukum waris BW berlaku asas bahwa hanya hak dan kewajiban
dalam lapangan hukum harta benda saja yang dapat diwariskan. Atau hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Jadi hak dan kewajiban dalam lapangan
hukum kekeluargaan atau kepribadian, misalnya hak dan kewajiban sebagai suami
atau ayah, tidak dapat diwariskan.
Selain itu berlaku juga asas bahwa apabila seorang meninggal dunia,
maka seketika itu pula segala hak dan kewajibannya beralih pada ahli warisnya.
Asas ini dalam bahasa Perancis disebut “le mort saisit le vif“. Sedangkan
pengoperan segala hak dan kewajiban dari si pewaris oleh para ahli waris
disebut “saisine“.Ada juga asas yang disebut dengan “hereditatis petition“yaitu
hak dari ahli waris untuk menuntut semua yang termasuk dalam harta peninggalan
dari si pewaris terhadap orang yang yang menguasai harta warisan tersebut untuk
diserahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Asas ini diatur
dalampasal 834 BW.
Selain itu ada juga asas “de naaste in het bloed, erft het goed“
yang artinya yang berdarah dekat, warisan didapat. Dan untuk mengetahui
kedekatan tersebut, harus dilakukan perhitungan dan untuk inidipakai ukuran
perderajatan dengan rumusX-1.Semakin besar nilai derajat, maka semakin jauh
hubungan kekeluargaan dengan si pewaris. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil
nilai derajat, maka semakin dekat hubungan darah dengan si pewaris. Misal :
ukuran derajat seorang anak kandung dengan si pewaris adalah 2-1=1 derajat.
KESIMPULAN
Hukum waris
adat adalah hukum waris yang diyakini dan dijalankan oleh suku tertentu di
Indonesia. Beberapa hukum waris adat aturannya tidak tertulis, namun sangat
dipatuhi oleh masyarakat pada suku tertentu dalam suatu daerah, dan bila ada
yang melanggarnya akan diberikan sanksi. Hukum Waris Islam hanya berlaku pada
masyarakat yang memeluk agama Islam, dimana sistem pembagian warisannya
menggunakan prinsip individual bilateral. Jadi dapat dikatakan ahli waris harus
berasal dari garis ayah atau ibu. Selain itu makna warisan adalah jika harta
atau aset yang diberikan orang yang memberikan sudah meninggal dunia. Hukum
waris perdata adalah hukum waris yang paling umum di Indonesia dan beberapa aturannya
mirip dengan budaya barat. Warisan dapat diberikan kepada ahli waris yang
terdapat surat wasiat atau keluarga yang memiliki hubungan keturunan atau
kekerabatan, seperti anak, orang tua, saudara, kakek, nenek hingga saudara dari
keturunan tersebut.
Sistem atau
prinsip yang digunakan dalam hukum bagi waris jenis ini menggunakan system
individual yang artinya setiap individu ahli waris berhak mendapatkan harta
warisan berdasarkan bagiannya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Soerojo Wignyodipoero, Pengantar
dan Asas-Sasas Hukum Adat, (Jakarta: CV. Haji Mas Agung)
Sakirman,”Konvergensi pembagian harta waris dalam islam”, al-adalah,Vol.XIII.no.2,Desember
2016.
Moh muhibbin,abdul
wahid,Hukum kewarisan islam;jakata.2009
Hadikusuma Hilman, Pengantar
Hukum Adat, Bandung: Maju Mundur, 1992.
Rofiq ahmad,fiqh Mawaris,ijakarta;2001
[3] Eman Supaman, Hukum
Waris Indonesia, dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, hlm.42
[4] Sakirman,”Konvergensi
pembagian harta waris dalam islam”, al-adalah,Vol.XIII.no.2,Desember
2016., hlm 156-160
[6] Ibid.hlm
159
[7] Ibid.hlm160
Mantap informasi blognya kk
BalasHapus